Aki Monggor adalah seorang petapa sakti. Penduduk di kaki Gunung Pabeasana suka meminta bantuan. Aki Monggor dengan senang hati melakukannya. Aki Monggor dengan senang hari melakukannya. Ia memang seorang yang welas asih duka menolong tanpa pamrih.
Suatu ketika penyakit aneh menimpa penduduk. Bisul-bisul kecil bermunculan di sekujur tubuh mereka. Bisul yang pecah mengeluarkan nanah yang bau sekali. Penduduk amat tersiksa. Mereka pun menemui Aki Monggor yang tinggal di puncak Gunung Pabeasan.
“Baiklah,” ucap Aki Monggor. “Sekarang kalian pulanglah. Aku akan berusaha mendapatkan obatnya.” Penduduk segera kembali. Setelah itu Aki Monggor melakukan semedi untuk mendapat petunjuk dari para dewa.
Di hari ketujuh semedinya, Aki Monggor dibangunkan oleh seorang kakek berjubah putih. “Aku adalah Dewa Penolak Bala” katanya. Lalu ia mengeluarkan cupu kecil dari balik jubahnya. Cupu itu diberikan pada Aki Monggor. “Cupu ini berisi air kayangan. Gunakan untuk menyembuhkan penyakit penduduk. Caranya percikkan pada tubuh mereka. Lalu katakana pada mereka itu merupakan peringatan dari para dewa karena para dewa tidak suka dengan kebiasaan mereka yang sering mabuk-mabukan. Dan katakana pula, sebelum seratus hari kesembuhan, mereka tidak boleh mengadakan pesta apapun,” ujar dewa itu panjang lebar. Kemudian Sang Dewa Penolak Bala itu pun menghilang.
Aki Monggor lalu menuruni Gunung Pabeasan. Penduduk menyambut dengan gembira. Aki Monggor segera mengobati mereka seorang demi seorang. Ajaib penyakit bisul yang diderita mereka hilang tanpa bekas setelag diperciki air pemberian dewa penolak bala.
Setelah semua penduduk dapat disembuhkan, Aki Monggor menyampaikan pesan dewa. Penduduk berjanji akan mematuhinya. Namun, kepatuhan tidak berlangsung lama. Baru tujuh hari mereka sembuh, kebiasaan untuk melakukan pesta mabuk-mabukan muncul kembali. Pada pesta itu berpuluh-puluh kendi menuman keras mereka habiskan.
Aki Monggor yang tahu kejadian itu menjadi sangat marah. Ia segera menemui penduduk. “Kalian benar-benar tidak tahu diri!” ujarnya. “Kini rasakan apa yang bekal menimpa kelian.”
Petapa sakti itu kemudian memohon kepada para dewa agar menjatuhkan bala pada penduduk yang telah melanggar larangan itu. Lalu hujan pun turun dengan lebatnya. Hujan terus turun tak henti-hetinya menyebabkan banjir besar. Penduduka banyak yang tenggelam dan binasa. Konon daerah tempat para penduduka itu tinggal adalah daerah yang kini bernama Kampung Cimoggor.
Ada hal yang aneh yang dapat kita temui di kampung itu pada masa sekarang. Jika ada warga kampung yang mengadakan pesta, baik pesta pernikahan atau khitanan. Hujan selalu turun. Oarng berkata itu terjadi karena kutukan yang pernah dilontarkan Aki Monggor terhadap penduduk kampung di masa lalu, yang tidak mematuhi janjinya sendiri.
KESIMPULANCerita ini memberi pelajaran kepada kita bahwa melanggar suatu larangan dapat berakibat buruk.