Pada jaman dahulu kala di daerah Simalungun ada sebuah kerajaan kecil yang dipimpin Raja Purbasilangit. Pada suatu hari permaisuri melahirkan seorang puteri yang cantik jelita parasnya. Oleh karena itu Sang Puteri sangat disayang oleh Raja Purbasilangit dan permaisurinya.
Setiap tahun Raja Purbasilangit selalu mengadakan upacara menanam padi di ladang. Seperti biasa Raja bersama Permaisuri dan segenap penduduk kerajaan ikut dalam upacara itu. Namun kali ini puteri kesayangan mereka tidak diajak serta, karena raja dan permaisuri khawatir puterinya akan kelelahan dan rusak kulitnya disengat sinar matahari. Meskipun Sang Puteri meminta berkali-kali agar diperkenankan ikut, tetapi permintaan itu tetap ditolak kedua orangtuanya.
Tinggallah Sang Puteri sendiri di istana yang bernama rumah bolon. Hatinya sangat sedih. Ia pun menangis. Tangisan itu terdengar oleh neneknya, yaitu ibu dari Raja Purbasilangit.
Sang Nenek menanyakan perihal kesedihan Sang Puteri sehingga menangis. “Hamba ingin ikut ke ladang menghadiri upacara menanam padi. Tetapi tidak diperkenankan oleh ayah ibu,” jelas Sang Puteri.
Mendengar keterangan cucu kesayangannya, Sang Nenek menyusruh Sang Puteri memasak air di belanga yang besar sekali. Ke dalam belanga itu harus pula dimasukkan sepoong daging. Semua yang diperintahkan neneknya, dikerjakan oleh Sang Puteri.
Setelah air dalam belanga mendidih dan dagingnya lembek, neneknya menyuruh Sang Puteri untuk masuk ke dalam belanga. Karena Sang Puteri yakin neneknya tidak akan mencelakakan dirinya, masuklah ia ke dalam belanga yang berisi air mendidih itu.
Beberapa saat kemudian setelah Sang Puteri masuk ke dalam belanga, ia menjelmalah menjadi seekor merpati yang cantik sekali. Kemudian merpati itu terbang menuju ladang ayahnya. Tak lama kemudian ditampaklah merpati itu terbang berputar-putar di angkasa sambil bernyanyi-nyanyi.
Orang-orang di ladang jadi tercengang mendengar nyanyian merpati itu karena suaranya menyerupai suara manusia.
Raja Purbasilangit dan Permaisuri sangat terkejut mendengar nyanyian tersebut. Mereka pun teringat pada Sang Puteri yang mereka tinggalkan di istana, sebab suara merpati itu menyerupai suara Sang Puteri.
Mereka teringat kalau mereka telah lupa tidak menyuruh mengantar makanan untuk Sang Puteri dan Ibu Raja Purbasilangit yang tinggal di istana.
Raja segera memerintahkan seseorang agar pergi mengantar makanan ke istana. Sengaja raja dan permaisuri memilihkan makanan yang paling enak, akan tetapi makanan itu dimakan sebagian oleh suruhannya di tengah perjalanan, kemudian sisanya diberikan kepada Ibu Raja Purbasilangit.
Saat nenek itu mengetahui kalau makanan yang dberikan kepadanya adalah sisa, perasaan orangtua itu sangat tersinggung. Ia menjadi marah sekali. Karena itu pergilah ia menangkap seekor kucing. Kepala kucing itu diikatnya dengan kain pengikat kepala yang biasa dipakai oleh perempuan kalau melakukan tarian adat. Setelah itu, dia memanggil beberapa orang anak untuk mengikutinya ke balai pertemuan dekat istana
Ia menyuruh anak-anak itu memainkan gendang. Kucing itu ia suruh menari-nari. Tak lama kemudian awan gelap mulai menutup langit dan terdengar suara petir menggelegar. Seiring dengan itu terjadilah gempa yang sangat kuat. Mereka yang sedang melakukan upacara di ladang menjadi ketakutan dan berlari kian kemari untuk menyelamatkan diri.
Namun tak seorang pun dari mereka yang selamat. Semua hilang ditelan bumi. Kini lenyaplah kerajaan Purbasilangit bersama semua pengisinya. Sebagai gantinya terbentuklah sebuah gunung di bekas tempat kerajaan itu. Di kemudian hari, gunung itu dinamakan Gunung Tinggi Raja.
Puluhan tahun kemudian, setelah kejadian gempa hebat itu, di sekitar Gunung Tinggi Raja tumbuh hutan lebat. Di tengah hutan tumbuh tanaman bunga beraneka warga. Menurut kepercayaan, bunga-bunga tersebut merupakan penjelmaan dari permaisuri dan para pengikutnya.
Di kawasan tersebut terdapat pula tanah membukit yang bentuknya menyerupai istana yang disebut rumah bolon. Selain itu terdapat pula unggukan tanah yang bentuknya menyerupai lesung besar yang pada zaman dahulu terdapat di kerajaan Raja Purbasilangit.
KESIMPULAN:Cerita ini merupakan legenda yang hidup dalam masyarakat Simalungun, yaitu kisah asal usul terjadinya Gunung Tinggi Raja yang hingga kini terdapat di daerah Simalungun, Sumatera Utara.